Title
: Journey of Wolf
Author :Dinda Hermalia Ulfa
Cast
: Bpk. Andrias as Sir Andrew
All
of Wolf Class members (IX1 Class)
Rating
: T
Genre : Horror, Thriller, Friendship.
~
Summary
:
Nama kelas mereka adalah WOLF, kependekan dari We are Ordinary but Lucky and Fantastic.
Dari namanya saja, mereka ingin menjadi seperti serigala. Yang kuat, tangguh
dan ditakuti oleh hewan lain. Tapi nyatanya, mereka hanya sekumpulan remaja
biasa, 22 orang perempuan dan 6 orang laki-laki. Ya, mereka memang biasa.
Seorang anakpun diantara mereka tidak ada yang memiliki bakat lebih dari biasa
bahkan luar biasa… Kecuali sihir.
Disaat takdir telah membawa mereka
ketempat dimana sihir menguasai diri mereka sepenuhnya. Mereka telah terikat
dan tak bisa berbuat apapun, karena peraturannya adalah : Jika mereka berani
keluar, maka mereka akan mati secara perlahan.
~
Journey of WOLF
“Apapun
yang terjadi, jangan pernah menoleh kebelakang”
“Apakah kalian sudah siap anak-anak?”
“Siap sir!” Halaman sekolah itu bergema oleh teriakan serentak dua puluh
delapan anak yang telah sempurna berbaris rapi. Kendati demikian mereka tak
akan bisa menyembunyikan rona bahagia di wajah mereka masing-masing. Mata
mereka berbinar-binar dan bibir-bibir mereka terlengkung sempurna. Beberapa
anak menguap, mungkin tidak bisa tidur cepat tadi malam saking senangnya.
Hari ini dua puluh delapan anak itu
akan mengadakan sebuah tour, tour khusus
untuk kelas mereka. Kelas Nine One,
Spenus Junior High School. Mengingat sebentar lagi akan diadakan acara
kelulusan, jadi mereka merencanakan suatu kegiatan yang akan menjadi kenangan
terindah kelas mereka. Pergi ke tempat-tempat menyenangkan diluar kota, jauh
dari kota asal mereka, Kota Sky. Kota Sky bukannya tidak memiliki apapun
untuk dikunjungi. Tapi ayolah, mereka telah berada di kota ini sejak lahir dan
jarang pergi kemanapun. Sumpah demi Tuhan ini adalah kesempatan yang paling langka
dan berharga seumur hidup mereka setidaknya sampai saat ini.
“Baiklah, saya panggil satu persatu
nama kalian dan masuk kedalam bis oke?”
lagi-lagi pria parubaya itu berteriak
“Siap sir!” jawab mereka serentak.
“Kita mulai dari Ridho, Afifah,
Agustin, Amel, Arief, Arie, Nina, Bella, Detty, Ulfa, Dinda, Fauzia, Jodi, Leni,
Lulu, Mella, Mahar, Nova, Savirah, Sekar, Syyayyida, Syabrina, Sucip, Suciw,
Titan, Tria, Wahyu, dan yang terakhir Yolania”
Semua anak
telah masuk kedalam bis dan duduk manis di kursi mereka masing-masing. Bis
sangat panas, jadi mereka membuka kaca jendela lebar-lebar untuk mendapatkan
kesejukkan angin alami yang berhembus. Bis ini hanya bis biasa dengan sekitar
tiga-puluhan tempat duduk dan sebuah tempat duduk untuk pengemudi tentu saja.
Dindingnya berwarna cokelat tua dengan kursi yang berwarna senada dengan corak
lingkaran-lingkaran putih yang berbeda besarnya. Mereka menyewanya dari sebuah
rental mobil sederhana dipusat kota. Sebenarnya anak-anak tidak pernah menyukai
bis ini karena tidak memenuhi fasilitas standar sebuah bis. Tetapi berhubung
hanya kendaraan ini saja yang tersisa dan mereka harus berangkat keesokan
harinya, mereka menyerah. Lebih baik daripada mereka harus mengatur ulang lagi
jadwal keberangkatan. Bis ini tampak tua tetapi bisa dibilang sangat bersih
untuk ukuran sebuah bis biasa tanpa pendingin ruangan. Bis dikemudikan oleh sir Andrew-pria parubaya tadi, ingat?. Wali
kelas mereka.
Perjalanan cukup panjang, memakan waktu
hampir 12 jam perjalanan menuju kota yang akan mereka kunjungi. Terang saja,
mereka hanya menggunakan kendaraan darat, bukan pesawat terbang bukan juga
kapal laut yang akan membuat perjalanan mereka hanya sekejap mata.
Sudah 6 jam perjalanan tapi suasana bis
tidak pernah sepi, selalu saja ada siswa yang berceloteh ria, bernyanyi dan
tertawa terbahak-bahak entah apa yang mereka tertawakan. Hingga suasana bis
tampak tenang karena sebagian besar anak tertidur dan sebagian lagi
mendengarkan musik melalui earphone mereka,
tiba-tiba saja bis berhenti mendadak.
Mengagetkan mereka yang terpejam hingga beberapa anak terbentur kepalanya pada
kursi bis yang berada didepannya.
Ciiiiiittttttt………
Ban depan dan
belakang bis yang bergesek dengan aspal jalan terdengar cukup keras dan
memekakan telinga. Sang supir terlihat shock
dan menoleh kebelakang kearah siswa-siswanya.
“Kalian tidak apa-apa?” tanyanya dengan nada sedikit cemas.
“Kami tidak apa-apa sir.Tapi
kenapa bis berhenti tiba-tiba? Apa ada masalah?” salah seorang anak perempuan
yang duduk di kursi bagian tengah bis bertanya dengan raut wajah sedikit
ketakutan.
Pria itu menghela nafas dan tersenyum kepada mereka semua.
“Tidak ada apa-apa. Sepertinya ada masalah kecil pada bis
ini. Saya perbaiki dulu ya, kalian tunggu didalam.” Jawabnya setenang mungkin. lantas
segera membuka pintu bis khusus tempat duduknya sebagai pengemudi dan
menutupnya dengan dentuman yang cukup keras. Sebenarnya ia sangat kesal,
mengapa bis yang sudah ia persiapkan dengan baik sebelum berangkat bisa
bermasalah seperti sekarang ini? Entahlah, hanya saja tadi ia merasa seperti
ada sesuatu yang menarik bis ini untuk berhenti. Tapi ia terus berkata didalam
hati “ini hanya perasaanku saja” berulang-ulang sampai ia melupakannya.
Semua siswa menunggu dengan gelisah
didalam bis. Entah apa karena suhu didalam bis yang semakin memanas atau karena
mereka sekarang berada di-jika mereka melihat keluar jendela, maka mereka akan
menemukan pohon-pohon yang tingginya bisa dikatakan tidak wajar, maksudnya
benar –benar tinggi dibandingkan pohon pada umumnya dan terlihat seperti
berjajar rapi dengan suasana gelap diujung sana pada kiri dan kanan jalan.
Tidak ada tanda-tanda kendaraan lain akan lewat. Sepi. Sunyi. Gelap. Mereka
tahu mereka sekarang berada ditengah-tengah hutan tapi mereka bukan gelisah
karena itu. Suasana sangat-sangat hening.
Sampai salah satu anak laki-laki berdiri dan berseru, “Apa
kalian tidak merasa panas?” ujarnya-Arief-menatap berkeliling pada semua orang
didalam bis. Tidak ada yang menjawab.
“Hey, aku bertanya apa kalian tidak merasa panas? Jangan
mengacuhkanku.”
Beberapa anak perempuan memutar bola mata mereka malas,
“Jika iya kenapa?” ketus Afifah, salah seorang anak perempuan bertubuh mungil
tanpa menoleh kearah lawan bicaranya.
“Kalau begitu ayo, kita keluar dari bis ini. Diluar jauh
lebih sejuk.”
“Gila, kalau kita dimarahi sir bagaimana? Atau, bagaimana kalau sir menghukum kita dengan meninggalkan kita disini? Kita bisa mati
kelaparan kau tahu? Kau mau tanggung jawab jika itu terjadi?” rutuk seorang
anak perempuan bernama Detty kepada anak laki-laki itu. Alih-alih menjawab, Arief malah menatap Detty kesal merasa anak
perempuan itu terlalu berlebihan. Toh selama ini sir Andrew tidak pernah benar-benar marah pada mereka.
Mereka
melakukan perdebatan sedikit tentang apakah sir
Andrew akan marah jika mereka keluar. Jadi Arief memutuskan untuk keluar
sendirian meminta izin kepada pria itu. Tidak lama kemudian ia masuk kedalam
bis lagi, “Sir tidak ada diluar” ucapnya
pada anak-anak itu santai.
“APA???” seluruh anak yang tersisa kecuali Mahar, berteriak
dengan keras seraya membolakan mata mereka. Terkejut. Bagaimana bisa
satu-satunya orang dewasa itu meninggalkan bis.
“Jangan berlebihan. Mungkin sir sedang meminta bantuan kerumah penduduk terdekat. Dia tahu apa
yang dia lakukan, dia sudah dewasa.” Jawab Arief kemudian. Ayolah, semua orang
juga tahu kalau guru mereka itu sudah dewasa. Sudah tiga-puluh-lima-tahun.
Entah mengapa anak laki-laki itu mengucapkannya dan membuat ia terlihat bodoh
didepan teman-temannya. Tapi sama sekali tidak ada ejekan atau apapun itu
terdengar setelahnya dan itu cukup melegakannya.
“Tapi seharusnya dia memberitahu kita.” Anak perempuan yang
duduk dikursi sudut kiri paling belakang berujar, Sekar, yang terlihat tidak
santai seperti biasanya.
“Apakah itu penting? Yang ia tahu hanyalah, kita akan tetap
berada di dalam bis ini sampai ia kembali nanti” Jawab anak laki-laki itu lagi.
“Sudahlah, jangan berdebat terus. Aku rasa ide Arief cukup
bagus. Apakah kalian ingin mati kepanasan didalam bis ini?” ucap Mahar
menengahi mereka yang berdebat. Ia memang paling bijaksana ketika sang ketua
kelas Leni sedang tidak bisa diandalkan.
Semua teman-temannya menggeleng.
Akhirnya, seluruh anak-anak keluar dari bis yang panas itu.
Ternyata udara diluar memang jauh lebih sejuk. Jauh dari kata panas. Bagaimana
tidak? Pohon pohon tinggi yang berada dikiri dan kanan jalan ini bak seperti payung
raksasa yang menghalangi masuknya sinar
matahari. Tapi mengapa bis mereka sangat panas? Apakah seluruh aura panas
ditempat ini berkumpul didalam bis mereka? Tidak tahu.
“Sejuk sekali udara diluar sini,” seru Amel gembira yang
ditanggapi dengan senyuman dari beberapa orang anak yang beberapa waktu lalu yang
merasa seperti terpanggang didalam bis tadi
“Apa kubilang” timpal Arief, merasa bangga pada dirinya
sendiri
“Bagaimana jika kita melakukan penjelajahan sejenak?” ucap
sang ketua kelas, Leni kepada anak-anak itu, yang diajak menatapnya dengan
tatapan tak mengerti.
“Maksudmu?” Tanya Agustin mewakili tatapan dari anak-anak
itu
“Kalian tidak tahu apa itu ‘Penjelajahan’?” kata sang ketua
kelas lagi dengan menekankan kata penjelajahan pada kalimatnya.
“Jangan bercanda, memangnya kita ingin menjelajahi apa?”
Tanya Syyayida dengan nada sarkas yang kentara
Leni menyeringai dan dengan cepat jari telunjuknya teracung
menunjuk sebuah arah, hutan
Mereka semua (kecuali Leni tentunya) mendelik, beberapa anak
merutuki ketua kelas mereka dalam hati, ‘Dasar ketua kelas gila!’
“Maksudmu hutan ini?” Tanya Detty yang menampilkan wajah
ketakutannya, ia memang yang paling berlebihan diantara yang lain.
Yang ditanya tetap tersenyum dan mengangguk,“Bukankah akan
mengasyikkan?”
“Baiklah aku setuju!” seru Jodi tiba-tiba, ia memang tipe anak
laki-laki yang menyukai tantangan. Apapun itu.
“Kami juga!” sisa anak laki-laki itu berkata serempak.
Sangat kompak bukan? Dan satu lagi, mereka tidak ingin dicap penakut oleh ketua
kelas mereka yang notabene adalah perempuan.
“Bagus, ada lagi yang ingin ikut?” Tanya Leni pada anak-anak
perempuan itu.
Mereka saling pandang sebelum Fauzia berkata, “bukankah ini
mengerikan?”
“Oh ayolah, tidak akan terasa mengerikan jika kita semua
bersama. Justru akan sangat menyenangkan. Dasar anak perempuan!” kata Wahyu
meremehkan, tidak tahu bahwa dia bisa saja mati jika dihajar oleh semua anak
perempuan dikelas mereka
Anak-anak perempuan itu menatap Wahyu dengan tatapan
membunuh, sedangkan ia bersorak dalam hati ‘Pancinganku tepat sasaran!’
“Baiklah, siapa takut untuk ‘menjelajahi’ hutan itu!”
tantang Titan pada Leni dan para anak laki-laki.
“Benar tidak takut?” goda Wahyu dengan cengiran lebarnya.
“Kau meremehkan kami?” Kata Bella tak terima
“Tidak, baiklah kalau begitu. Ayo pergi” Ajak Wahyu pada
semua anak.
Mereka baru saja akan melangkahkan kaki ketika dua orang
anak perempuan menghentikan mereka, “Tunggu” seru mereka bersamaan, sejenak
mereka saling menoleh satu sama lain dan kembali menatap teman teman mereka,
“Ada apa Ulfa, Yolania?” Tanya ketua kelas mereka bingung
“Aku rasa, kita jangan pergi kemana-mana.” Ucap Ulfa dengan
raut wajah sedikit lebih serius daripada biasanya
“Iya, bagaimana jika sir
kembali tetapi tidak menemukan kita didalam bis?” tambah Yolania mendukung
penuturan Ulfa. Raut wajah mereka menunjukkan ekspresi yang tidak bisa
dideskripsikan.
Seketika itu sang ketua kelas tersadar,
“Oh iya, aku tidak memikirkan itu sebelumnya…” Leni
menggantungkan kalimatya, Kedua anak perempuan itu menghela nafas pendek,
menyangka Leni akan membatalkan acara ‘menjelajah’ mereka.
Tetapi tak berapa lama kemudian keduanya membolakan mata
mereka ketika melihat Leni berlari masuk kedalam bis dan keluar tak lama
kemudian dengan memegang kertas bertuliskan, ‘Sir, kami izin berjalan-jalan sebentar. Jangan mencemaskan kami,
kami janji akan baik-baik saja.’ lengkap dengan tandatangannya sebagai ketua kelas
dibagian bawah kertas.
Ulfa dan Yolania kembali saling pandang sementara Leni
menempelkan kertas itu dibagian luar pintu bis khusus supir. Setelah selesai ia
berkata, “Nah, kalau beginikan, sir akan
tahu kita pergi kemana. Jadi tidak usah cemas. Toh, kita juga tidak akan lama.”
Ucapnya enteng seraya tersenyum.
“Bukan, bukan itu maksudku” cegah Ulfa lagi. Terus mencoba berusaha
membatalkan rencana konyol ini.
“Apa lagi sih? Jika kalian tidak ingin ikut, maka tetaplah
berada didalam bis” sungut Jodi karena ada yang menghambat acara menjelajahnya
“Aku, hanya memiliki firasat yang buruk” katanya lagi dengan
nada gusar yang mendominasi.
“Sudahlah, jangan mudah percaya dengan firasat. Yang kita
butuhkan sekarang adalah bersenang-senang.” Ucap Suciw kemudian tersenyum
senang.
Kedua anak perempuan itu hanya bisa menghembuskan nafas
panjang dan mengikuti langkah teman-teman mereka memasuki hutan. Biarlah mereka
melihat sendiri apa yang akan terjadi
nantinya. ‘Semoga firasat buruk itu tidak terbukti’ ucap keduanya dalam hati
Mereka menelusuri hutan itu semakin lama semakin dalam.
Membiarkan mereka merasakan betapa-ternyata sungguh menakjubkannya berada dibawah
naungan pohon-pohon tinggi dihutan itu. Dimana mereka seperti menjadi
manusia-manusia kerdil atau seperti berada didunia para raksasa berada.
“Wuahh, keren!!!” kagum beberapa anak berulang-ulang. Terpesona
dengan keelokan hutan raksasa tersebut. Berpikir mengapa pemerintah tidak
membuat hutan ini menjadi salah satu destinasi pariwisata Negara atau
semacamnya. Pati banyak yang akan berkunjung dan terpesona layaknya mereka. Kan
sayang, jika surga dunia ini dibiarkan begitu saja tanpa dimanfaatkan.
Semakin lama mereka semakin berjalan kedalam hutan. Dan
semakin dalam pula hutan tampak semakin kelam.
“Teman-teman!!!” panggil sebuah suara. Ah, mereka sudah tahu
suara siapa itu. Siapa lagi kalau bukan sang ketua kelas. Semua menoleh kearah
Leni dan mendapati ia sudah menengadah menatap sebuah bangunan tua didepannya.
“Bangunan apa itu?” Tanya Suciw tereperangah
“Tidak tahu, mungkin bekas istana” sahut Mella yang berdiri
disampingnya, sama sama melihat takjub kearah bangunan itu.
“Menakjubkan. Pasti keluarga kerajaan pernah mendiaminya.”
Ujar Tria menebak-nebak. Entah benar atau salah. Namanya juga menebak.
“Dan terlihat tua” sambung Nina cepat. Setidaknya bangunan
itu sudah lebih dari seabad umurnya.
“Juga mengerikan” tambah Lulu dengan suara seram yang
dibuat-buat, berusaha bencanda.
Sementara mereka memandang takjub bangunan itu, tampak dua
anak perempuan memandang rumah itu dengan cemas. Ya, lagi-lagi mereka adalah Ulfa
dan Yolania
“Kau merasakannya?” Tanya Yolania pada Ulfa yang segera
mengangguk.
“Ya. Firasatku semakin buruk saja. Bagaimana ini?” jawab Ulfa
tanpa mengalihkan pandangannya dari bangunan tua itu.
“Aku rasa, Leni akan mengajak mereka masuk” Ulfa segera
menatap temannya itu, dia tahu perkataan Yolania sejauh yang ia tahu selama ini
bisa dikatakan hampir semuanya tidak pernah salah.
“Jika itu terjadi, maka kita tetap tinggal disini” ucapan Yolania
sekali lagi mendapat anggukan dari Ulfa.
“Hey, apa yang kalian bicarakan?” seseorang mengagetkan
mereka dari belakang
“Kau ini Jodi mengagetkan saja” Kata Yolania pada Jodi
“Apa salahku? Aku hanya bertanya” jawab Jodi membela diri
“Terserah” ketus mereka berdua serentak
“Leni menyuruh kita masuk”
“Apa???” jerit tertahan keluar dari kedua anak perempuan
itu. Mereka tercekat.
“Respon macam apa itu? Kalian mengerikan”
“Untuk apa masuk?” Tanya Ulfa menyelidik
“seperti biasa. Pen-je-la-ja-han” eja anak lelaki itu kemudian
“Benar-benar anak itu..” geram Yolania. Rasanya ingin sekali
menghajar anak perempuan itu dengan kedua tangannya. Tetapi untuk alasan
apapun, ia pasti akan kalah.
“Makanya, kalian berdua jangan bergerak sendiri. We are a
team guys” katanya-Jodi sambil berlalu
Setelah Jodi menjauh, kedua anak perempuan itu kembali
terdiam. Sampai seorang diantara mereka berbisik pelan. Benar-benar pelan
kendati masih bisa didengar.
“Apa kataku kan…”
“Aku tahu kau selalu benar” jawab seorang lagi bergetar.
~
Yo bra bro.. Gimana sf gua? Keren kan? Sf ini gua persembahin seutuhnya buat Wolves yang paling gue cinta. Makasih udah mau dan rela jadi cast sf ini tanpa digaji. Iyelah tanpa digaji, gua aja kaga bilang jadiin kalian cast. Hehe mian saudara saudara. But hope u like this story. Dont be silent readers okay? Gua kan newbie, masih butuh masukan qaqa. Oke segitu aja, tunggu update-an chap 2 nya ya. Makasih~