Minggu, 15 Juni 2014

MEME COMICS WOLF CLASS

MEME COMICS WOLF CLASS
Dipersembahkan oleh Dinda Hermalia Ulfa
JUST FOR FUN OKAY
NO BASH
Free Save
Semua gambar yang sudah diedit hasil pemikiran saya. Sementara pelaku-pelaku didalam gambar milik orangtua mereka masing-masing.
~
BAB I
Responsibility
            Seperti yang kita ketahui, dunia sinetron Indonesia sempat gempar karena adanya salah satu Sinetron yang diduga kuat menjiplak drama korea yang berjudul “Man from The Star”. Semua orang kecewa dengan dibuatnya versi Indonesia dari dramkor tsb tanpa diketahui oleh pihak Man From the Star itu sendiri. Setelah tidak tayang cukup lama, Man from the Star versi Indonesia yang dibintangi oleh Morgan dan Nikita Willie ini akan tayang kembali. Karena rumornya telah mendapat izin dari pihak sana. Nah, beberapa waktu lalu kita telah mewawancarai beberapa narasumber atas isu yang tidak sedap ini. Menurut kalian, mereka mendukung atau malah menolak ya?  Check this out~
1.        Bpk. Hj. Zuhri dan seorang rekannya


2.       Mr dan Mrs Ilham


3.       Mbak Pangestu

4.      Bpk. Abdillah

5.       Mbak Pipa


Nah, sekiranya itulah pendapat-pendapat narasumber atas beredarnya isu penayangan kembali sinetron Man From The Star versi Indonesia. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari semua ini ya.
Bonus :
1.        Korban Iklan

1.        180 derajat

2.       Anti Mainsteam

3.       Gadis-gadis desa

4.      Lucuan garing

5.       Ngiler

6.      Ibu dan anak



Keren kan meme komiknya bro? Iyalah, orang gue yang bikin. Bagi orang-orang yang merasa ternistai atas gambar yang telah saya post, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Ingatlah bahwa memaafkan itu mulia dan jangan sampai ada yang asah golok karena saya. Bro, tolong jauhkan golok dari pikiran lu. Jangan hanya karena ini lu ilangin nyawa orang, apalagi nyawa gue. Jangan habiskan masa muda lu di penjara. Lebih baik gambarnya lu simpen atau lu jadiin dp bbm. Kan tjakep tuh editan gue lu pada pajang. Intinya,  don’t be silent readers. Komen-komen anda saya terima dengan tangan terbuka. Sekian dan terimakasih.









SOME YEARS WITH WOLF

Some years with WOLF
Memang sebenarnya bukan hanya sebatas berapa lama kita telah bersama-sama, menjalani kehidupan yang kadang membosankan disuatu tempat secara terus-menerus. Bahkan waktu benar-benar tidak penting lagi untuk sekadar kita ingat jelas tepatnya. Tapi cukuplah kita sama-sama tahu satu hal, bahwa waktu yang telah terlewat tidak bisa dikatakan singkat dan tidak akan pernah terulang.
Jangan membicarakan soal waktu jika kita tidak pernah tahu apa definisi dari waktu tersebut. Persetan tentang definsi dan semacamnya, hanya orang-orang konyol sajalah yang mementingkan itu semua. Tapi kita tidak, kita menghargai waktu dengan melewatinya tanpa celah. Mungkin tanpa tawa, tetapi mengundang segala emosi yang tidak pernah kita sadari dari mana asalnya. Kendati waktu terus memukul maju, kita tetap seperti ini. Waktu boleh mengurung kita. Tapi jauh-jauh hari kita telah siap dengan semuanya, bahwa waktu akan terus berjalan dan waktu untuk bersama mungkin tidak lagi panjang.  
Memori-memori itu kembali terngiang. Teringat betapa gembiranya kita pertamakali ditempatkan kedalam satu ruangan, dan satu keluarga yang sama. Walau beberapa orang pergi, digantikan orang-orang baru yang tentu saja belum kita tahu bagaimana sifatnya.Wolf. Begitulah setidaknya orang-orang mengenal kita. Kita bukannya tersohor dan termashyur atau apa. Hanya entah mengapa sulit sekali rasanya membuat orang-orang melupakan kita. Dan itu cukup membanggakan.
 Tempat ini terkadang penuh dengan senyuman. Walau beberapa orang tidak melakukannya dengan ketulusan. Tapi tak mengapa. Bukankah ketulusan akan tercipta seiring waktu berjalan? Ah, lagi-lagi waktu yang berbicara.
Kita selalu menyebut bahwa kita adalah orang-orang yang beruntung. Sumpah demi apapun kita memang benar beruntung. Beruntung memiliki tempat ini-atau yang biasa kita sebut dengan kelas-sebagai tempat kita bernaung, mengenal dan mengetahui watak alami satu sama lain serta berbagi cerita yang tidak akan ada habisnya.
Seseorang pernah bertanya-what is the most moment interesting u get in your class-pada saya dan secara gamblang saya berkata dengan tenang bahwa semua-saat-saat kita bersama-adalah saat-saat yang menarik dan berkesan bagi saya. Tetapi seseorang itu kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama, berpikir mungkin saya hanya mengambil jawaban aman atau apapun itu. Saat itu saya benar-benar berpikir, seseorang ini mungkin tidak mengerti apa itu ‘semuanya’. 
Saya juga pernah dengar dari seseorang suatu kali. Bahwa kemanapun kita pergi, kita tetap akan kembali kesini. Mungkin seseorang itu benar. Tidak bermaksud menepis kebenaran dan kesemuan. Jauh dilubuk hatinya, seseorang itu hanya ingin melihat kita bersama. Fakta itu cukup membuat roma meremang. Mungkin terdengar hanya sebagai omongan semata yang mengatakan seakan-akan kita tidak akan mampu untuk pergi dan berjalan dengan kedua kaki kita sendiri. Tetapi itu adalah sebuah pengharapan. Ya, pegharapan yang cukup sulit untuk menjadi kenyataan.
Tetapi entah mengapa hal itulah yang membuat saya ingin pergi. Mensisihkan kata ‘berpisah’ yang mungkin sedikit banyak akan meluluhlantakkan kata ‘pergi’ dan mengguncang jiwa untuk tetap tinggal. Tidak tahu mengapa tinggal adalah pilihan yang sulit bagi saya. Apa yang membuat saya untuk menoleh kebelakang saja rasanya menyakitkan dan terus berlari walau lelah? Mungkin beberapa orang bertanya mengapa saya ingin sekali untuk pergi. Bukankah semuanya terasa lebih mudah ketika saya tinggal? Tidak seperti itu, saya ingin pergi bukan untuk mencari perbedaan antara sulit dan mudahnya sesuatu tetapi untuk mengetahui sejauh apa saya akan bertahan untuk melangkah dan membuktikan bahwa dunia itu benar-benar luas bukan sekedar omong kosong belaka. Saya tahu, saya benar-benar tahu kita semua memiliki hak yang sama untuk mengetahui luasnya dunia bagaimanapun caranya. Tetapi saya hanya merasa, tetap tinggal bukan cara yang tepat untuk saya. Dan pergi adalah pilihan terakhir.
Ketika beberapa orang benar-benar pergi, kita bukanlah WOLF lagi disatu tempat. Kita bukan dua-puluh-delapan manusia dengan zona high emotional dan people with different character lagi diwaktu yang sama. Perlahan-lahan namun pasti, semua itu akan hilang. Entah bagi kita semua atau beberapa orang saja, semuanya sama-sama akan terasa menyakitkan.
Saya bukannya berlebihan atau apa. Saya menulis ini dengan hati terguncang. Saya ingat semuanya, kenangan-kenangan indah dan pahit secara bersamaan tentang kita. Saya menangis, mungkin saya memang belum mengetahui apakah saya benar-benar akan pergi atau tidak. Tetapi bagaimana jika saya pergi? Apa yang akan saya lakukan jika suatu hari nanti saya merindukan kalian? Saya tahu saya bisa kembali. Tapi bagaimana jika semuanya tidak lagi sama ketika saya kembali? Bagaimana jika nanti semuanya telah berubah? Tidak lagi seperti beberapa tahun yang lalu sampai hari ini? Tidak bisa. Saya tidak akan bisa membayangkan jika itu semua terjadi.
Maka berjanjilah pada saya. Sampai suatu hari jika WOLF benar-benar tidak ada lagi. Berjanjilah untuk tidak akan berubah. Tolong sisakan saja semua memori indah dan hapus kebalikannya. Jika suatu hari nanti kita berpisah, tolong jangan saling melupakan. Jika tidak ditempatkan kedalam satu ruangan lagi walau di sekolah yang sama. Jangan pernah melepaskan semua kenangan kita. Tetap saling menyapa setidaknya tersenyum saja ketika bertemu sudah cukup. Ingatlah bahwa dahulu kita pernah bersama-sama  mengatakan we are one dengan angkuhnya kepada semua orang. Persahabatan ini, keluarga ini, kenangan ini tidak akan pergi begitu saja dari hati kita semua. Berjanjilah sekali ini saja.
Saya mencintai kalian semua… Wolves
Jum’at 30/05/2014
       DHU



Minggu, 08 Juni 2014

(Picstory) Ketika Wolves berselca

Haloooha…
Author kaga bawa ff ye hari ini. Sebagai gantinya, kita lihat bagaimana hasil pengamatan cerdas author ketika mengobrak-abrik file laptop demi sesuap nasi menyuguhkan tulisan yang abal berkualitas untuk para reader. Nah, bahan tulisan satu ini, author persembahin untuk Wolves, member Wolf Class. Maaf ye, kaga bilang lagi bawa-bawa nama ente semua. Sumpah deh ini bukan u/ kepentingan pribadi gue semata, its just for fun guys.
~
FAKTA MENGEJUTKAN YANG TERJADI KETIKA WOLVES BERSELCA
Gue nih ya, pas buka file-file foto WOLF class. Tanpa sengaja menemukan beberapa foto yang menurut gue janggal dan kaga mungkin ada di dunia nyata manapun #abaikan. Kebiasaan member Wolf yang kerajinan selca atau self camera dimanapun mereka berada ini kadang mengundang hal-hal yang  tidak diinginkan terjadi dan hal-hal tabu yang cukup layak untuk diperbincangkan, tetaplah di insert investigasi. Seperti mengundang beberapa hal-hal berikut dibawah ini.

1.      Kantong kresek ini entah kenapa dengan gantengnya ikut berpose bersama Wolves ketika mereka berfoto beramai-ramai. Untungnya, dia (read:kantong kresek) tidak menghalangi wajah siapapun di kamera. Sebuah penelitian membuktikan, bahwa pose andalan kantong kresek dibeberapa kesempatan adalah pose menggantung seperti yang terjadi di gambar. Dan tolong jangan php


2.      Tahu jika ada kamera yang tertuju kearahnya, gadis kalender ini lantas segera menyunggingkan senyum manisnya dan berpose bersama Wolves. Rumor mengatakan, bahwa dia (read:gadis kalender) adalah salah satu caleg partai politik yang akhirnya memutuskan menjadi gadis kalender setelah dinyatakan kalah pada pemilu tahun gajah.

3.      Ditempat yang sama dalam waktu yang tak jauh berbeda, tampak dua botol kecap yang memutuskan berselca bersama Wolves karena melihat gadis kalender juga ikut berpose cantik. Akhir-akhir ini diketahui, bahwa mereka (read:dua botol kecap) adalah saudara kembar yang bernama Mikado dan Mikado-mikado estra, estrado dewa dewi

4.      Foto terakhir ini membuktikan, bahwa hal-hal yang tidak diinginkan juga bisa terjadi tanpa keinginan hal-hal tsb sendiri. Maksudnya, kadang-kadang juga ada oknum serigala nakal yang memaksa hal-hal tsb agar berselca dengannya. Dengan tujuan yang belum diketahui sampai sekarang, oknum serigala nakal ini mengangkatnya  (read:centong nasi) agar ikut berselca bersama para wolf tanpa memikirkan perasaan si centong nasi tersebut apakah dia ingin ikut berpose atau tidak. Hal seperti ini jangan ditiru ya Wolves.
Pesan : Sebelum berselca, perhatikan apakah ada ‘hal-hal yang tidak diinginkan’ di sekitar anda. Dan janganlah memaksakan kehendak seseorang u/ berselca. Karena seseorang mempunyai pilihan hidup mereka masing-masing. Saya harap, kantong kresek, gadis kalender, dua botol kecap, dan centong nasi bisa mengajarkan sesuatu untuk kita semua. Jangan alay ketika berselca, dan tolong jangan php.
_Sekian_





(Fanfiction) Illusion /oneshot/


Title:Illusion
Author: Dinda Hermalia Ulfa
Cast: ~Winner’s Jinwoo
~You
Rating: T
Genre: Unknown
Don’t copy this story
Don’t be plagiator
© 2014
~
Aku mengikutinya lagi hari ini. Seperti hari-hari lalu, aku berjalan bersisian lagi dengan anak lelaki bersurai hitam itu di sepanjang jalan menuju rumah. Tapi tolong jangan bayangkan bahwa kata ‘bersisian’ disini bahwa jarak antara aku dengannya hanya sejengkal. Tidak tidak, tidak sejengkal, tidak sedekat itu. Mungkin jika sedekat itu, aku akan benar-benar tidak bisa bernafas dibuatnya. Well, jika dia berada di sisi jalan yang satu, aku berada di sisi jalan yang satunya lagi. Tidak terlalu dekat tetapi juga tidak terlalu jauh. Walaupun begitu aku sangat menikmati saat-saat seperti ini. Saat-saat ketika ia tak sengaja melihatku dan mata kami bertemu pandang. Aku tidak bisa apa-apa lagi, selain tersenyum dan mengalihkan pandanganku. Berharap agar dia tidak merasa aku terus memperhatikannya sejak tadi.
Tidak terlalu mengingat bagaimana pertemuan pertamaku dengannya, tetapi sejauh ini anak lelaki itu selalu menjadi alasan pertamaku untuk pergi sekolah. Bukannya aku tidak ingin sekolah atau apa, ayolah, siapa yang suka sekolah didunia ini kecuali Leonardo da vicci dan Alexander Graham Bell? Orang bodoh mana yang dengan senang hati ingin datang dan duduk manis dibangku sekolahan? Tetapi setelah kedatangannya, sekolah menjadi tempat yang menyenangkan dan aku menjadi salah satu dari orang-orang bodoh tersebut.
Well, semejak kedatangannya kesekolah ini ia terus saja menarik perhatianku. Dia anak lelaki yang ramah sementara aku tidak. Dan gadis pendiam ini mempunyai kebiasaan baru mengikuti si anak ramah kemanapun ia pergi. Semacam penguntit, tetapi untungnya aku tidak pernah ketahuan sejauh ini. Namanya Kim Jinwoo, anak pindahan satu bulan yang lalu dari salah satu Sekolah yang tidak bisa kuingat namanya. Jujur saja, semenjak ada dia, aku rasa aku jadi lebih sering menarik sudut-sudut bibirku.  Tersenyum maksudnya. Dan yang lebih membuatku girang setengah mati adalah, rumahku dan rumah Jinwoo searah. Dan kautahu artinya? Jadi kegiatan mengikuti dan memperhatikannya tidak hanya sebatas disekolah saja. Kami naik bis yang sama dan berjalan bersisian bersama. Sudah kujelaskan apa itu bersisian, ingat? Rumahku berbeda satu blok dengannya, dan aku harus terpaksa berhenti dirumahku sedangkan dia harus berjalan satu blok lagi kerumahnya. Dan sejak satu bulan terakhir, aku harus menahan diriku untuk tidak menyeret rumahku agar  bersebelahan dengan rumahnya. Kupikir akan lebih bagus jika kami bertentangga. Tetapi aku tahu itu sangat-sangat tidak mungkin kecuali aku memiliki ribuan balon-balon bewarna-warni yang bisa mengangkat rumahku terbang seperti yang pernah kutonton di film UP. Pikiran gila.
Besoknya seperti biasa aku menunggunya didepan gerbang. Kami pulang cepat hari ini entah karena apa. Tapi ia tidak kunjung datang dan aku bergegas mencarinya keseluruh sudut sekolah. Akhirnya ia kutemukan sedang berlari mengililingi lapangan olahraga. Aku memutuskan menunggunya, memperhatikannya dan tak lama setelah itu merasa kebosanan. Mengeluarkan secarik kertas dari buku dan membentuknya segera menjadi sebuah burung kertas, hobi yang telah kulakukan sejak lama sekali.
Aku berpikir untuk memberikan karyaku-burung kertas itu-hari ini kepada Jinwoo. Tentu saja tidak secara langsung, jadi aku menaruh benda itu didekat air minumnya dan berlalu pergi. Berharap ia akan mengambilnya bahkan menyimpannya untuk selamanya. 
-
Besoknya ketika pulang sekolah seperti biasa aku menunggu bis di halte bersama Jinwoo dan seorang gadis berseragam biru yang sedang berbicara dengannya. Aku kesal, bertanya-tanya siapa gerangan gadis berseragam biru ini. Kami  tidak satu sakolah, mengingat seragam yang aku dan Jinwoo kenakan berwarna putih, tidak sama dengannya. Sampai bis datang aku masih bisa melihat ia bersama gadis itu. Aku masuk duluan setelah itu mereka. Aku baru saja akan duduk ketika bis melaju tiba-tiba dan--
-merasakan seseorang mendorongku. Sesorang itu Jinwoo. Dan dia memegang lenganku. Menahanku agar tidak terjerembab. Diam-diam aku tersenyum, Jinwoo menyentuhku.
“Maaf.” Ucapnya singkat ketika aku menoleh. Tidak dapat dipercaya dia akhirnya berbicara padaku. 
“Tidak apa-apa” ucapku santai. Apa?  Aku bisa mengatakan sesuatu padanya? Aku tidak pernah menyangka aku bisa melakukannya.
Jinwoo tersenyum manis padaku dan duduk disalah satu kursi bis. Ia menepuk-nepuk kursi disampingnya memberi isyarat agar aku duduk disana. Aku terperangah tentu saja untuk beberapa saat. Kemudian mencari sosok gadis berseragam biru tadi yang menghilang entah kemana. Well, aku tidak peduli dimana gadis itu sekarang dan segera duduk di samping Jinwoo.
Jinwoo mengeluarkan sesuatu dari sakunya celananya. Burung Kertas itu. Burung kertas yang kuberikan padanya kemarin.
“Ini punyamu?” tanyanya masih dengan senyum yang sama. Aku mengangguk singkat.
Jinwoo menarik tangan kiriku dan membuka telapak tanganku. Menaruh burung kertas itu disana. Masih dengan senyum yang sama. “Kukembalikan” ujarnya.
“Kenapa?” Tanyaku bingung
“Bukankah aku sudah tahu siapa pemiliknya? Kau memberikan  burung kertas itu agar dia menunjukkan siapa pemiliknya kan? Dan dia sudah memberitahuku.”
Aku tersenyum lembut. Karena dia manis sekali.
Kami sama-sama terdiam untuk beberapa saat. Jinwoo memilih memerhatikan pemandangan diluar jendela bis sementara aku tetap memperhatikannya tentu saja. Kalau boleh jujur, aku tidak pernah memperhatikannya sedekat ini. 
Tiba-tiba ia berdiri dan mengulurkan tangannya padaku “Kita sudah sampai,” ucapnya, memang benar bis sudah berhenti. Aku lantas menatap tangan itu. Ragu tapi akhirnya kusambut uluran tangannya. Hangat. Dia tidak melepaskan genggamannya padaku sepanjang jalan menuju rumah. Agak aneh. Karena kami selama ini selalu berjalan berjauhan.
“Jinwoo, apa kau kedinginan?” tanyaku ketika kami berdua telah sampai didepan rumahku. Dia mengangguk, “Sedikit” katanya
“Mau minum segelas coke-”
“Tidak usah” potongnya cepat sembari tersenyum. Lagi.
“Baiklah” jawabku singkat. Sebenarnya ingin sekali menahannya berlama-lama disini. Mengobrol dengannya lebih banyak lagi dan sebagainya. Tapi Jinwoo ingin pulang, aku bisa apa.
Dia mengacak puncak kepalaku pelan membuatku menahan nafas
 “Aku pulang ya. Terimakasih untuk burung kertas itu. Ku harap setelah ini kita bisa lebih dekat. Sampai jumpa besok.” Ujarnya padaku. Tapi ia belum pergi, menungguku untuk masuk rumah terlebih dahulu dan melambaikan tangannya--
-Seseorang menepuk bahuku pelan, “Apa yang kau lakukan disini? Kenapa belum masuk?” Aku menoleh ke asal suara yang sangat familiar ditelingaku.
“Ibu” ucapku singkat mengerjapkan mataku beberapa kali
“Cepat masuk atau kau akan mati beku sayang.” Kata ibu sementara aku mencari sosok Jinwoo lagi. Dia masih disini tadi, berbicara padaku sebelum ibu datang. Tersenyum padaku dan mengacak puncak kepalaku pelan.
“Ibu lihat Jinwoo?” tanyaku pada ibu yang terlihat kebingungan
“Jinwoo siapa? Tidak ada orang lain disini selain kita berdua.” Ibu masih terlihat bingung
“Ibu, Jinwoo itu temanku. Dia ada disini tadi.” Jelasku pada ibu. Apa Jinwoo sudah pergi sebelum ibu melihatnya? Tidak mungkin. pikirku
“Kau terlalu lelah hari ini sayang. Ibu akan menyiapkan air hangat dan membuatkan bubur untukmu ya.” Kata ibu lagi setelah itu tersenyum manis. Senyuman ibu mengatakan bahwa ia tidak berbohong. Mungkin kata-kata yang diucapkannya boleh jadi tidak benar, tetapi senyuman ibu tidak pernah berbohong. Aku tahu itu
Aku hanya mengangguk-anggukkan kepalaku lemah tanda mengerti dan ibu masuk kedalam rumah setelahnya. Bagus, aku berkhayal lagi. Dan aku membuat diriku berkhayal sejak berada didalam bis tadi hingga kejadian didepan rumah.
Jinwoo sama sekali tidak berdiri disampingku dan tertawa bersamaku. Ia tidak  tersenyum padaku. Anak lelaki itu tidak pernah memandangku dan menggenggam jemariku. Ia tidak berbicara padaku dibis dan tidak menerima burung kertasku. Ia sama sekali tidak melakukan apapun bersamaku. Tunggu. Burung kertas? Kubuka genggaman tangan kiriku dan dia ada disana. Burung kertas yang telah terbagi dua itu ada disana. Sesaat aku berpikir mungkin aku menemukan burung ini di lantai bis dalam keadaan rusak.
Tetapi mungkin dengan gadis itu. Jinwoo mungkin melakukan semuanya dengan gadis berseragam biru itu. Ia berdiri disampingnya dan tertawa bersamanya. Tersenyum, berbicara, dan menggenggam tangannya. Bukan denganku. Tetapi mengapa aku membayangkan bahwa yang bersama dengannya itu aku dan terasa sangat nyata? Entahlah
Aku lantas tertawa miris alih-alih menangis, mengetahui bahwa Jinwoo tidak akan pernah benar-benar melihat kearahku. Tetapi akhirnya aku tahu, bahwa Jinwoo telah memiliki seseorang yang sudah mengisi hatinya terlebih dahulu. Aku merasa bodoh sendiri, bagaimana bisa aku tidak memikirkan hal ini dahulu sebelum jatuh lebih dalam lagi. Tidak ada yang salah, Jinwoo tidak salah karena aku tidak pernah menanyakan tentang apakah ia sedang dekat dengan seseorang atau tidak. Biar bagaimanapun, Jinwoo itu tampan, pintar dan ramah. Sangat mustahil sekali jika ia tidak memiliki seorang kekasih  jika dipikir-pikir lagi. Ah, mengapa aku sangat bodoh sampai-sampai tidak memikirkan itu semua. Tapi apa boleh buat itu semua telah terjadi. Aku telah patah hati pada cinta pertama. Ya, cinta pertama pada seorang Kim Jinwoo. Kurasa tidak terlalu buruk.
-End-

Hai-hai. Kalau boleh jujur ya, sebenernya fanfiction ini terinspirasi dari  mv Akdong Mucisian-200%, udah nonton? Walaupun ga sama persis, aku berusaha buat bikin ceritanya senyambung mungkin. Jadi ada beberapa adegan didalam mv yang aku ilangin dan aku tambahin. Tetapi disamping itu semua, aku berharap para readers suka cerita ini. Sekali lagi jan jadi silent readers ya.. Aku masih haus akan masukan /ceileh/ Udah gitu aja. Thankyou~

(Shortfiction) Journey of Wolf chap1

Title :   Journey of Wolf
Author  :Dinda Hermalia Ulfa
Cast :   Bpk. Andrias as Sir Andrew
All of Wolf Class members (IX1 Class)
Rating : T

Genre  : Horror, Thriller, Friendship.
~
Summary :
Nama kelas mereka adalah WOLF, kependekan dari We are Ordinary but Lucky and Fantastic. Dari namanya saja, mereka ingin menjadi seperti serigala. Yang kuat, tangguh dan ditakuti oleh hewan lain. Tapi nyatanya, mereka hanya sekumpulan remaja biasa, 22 orang perempuan dan 6 orang laki-laki. Ya, mereka memang biasa. Seorang anakpun diantara mereka tidak ada yang memiliki bakat lebih dari biasa bahkan luar biasa… Kecuali sihir.
Disaat takdir telah membawa mereka ketempat dimana sihir menguasai diri mereka sepenuhnya. Mereka telah terikat dan tak bisa berbuat apapun, karena peraturannya adalah : Jika mereka berani keluar, maka mereka akan mati secara perlahan.
~

Journey of WOLF
“Apapun yang terjadi, jangan pernah menoleh kebelakang”
“Apakah kalian sudah siap anak-anak?”
“Siap sir!” Halaman sekolah itu bergema oleh teriakan serentak dua puluh delapan anak yang telah sempurna berbaris rapi. Kendati demikian mereka tak akan bisa menyembunyikan rona bahagia di wajah mereka masing-masing. Mata mereka berbinar-binar dan bibir-bibir mereka terlengkung sempurna. Beberapa anak menguap, mungkin tidak bisa tidur cepat tadi malam saking senangnya.
Hari ini dua puluh delapan anak itu akan mengadakan sebuah tour, tour khusus untuk kelas mereka. Kelas ­Nine One, Spenus Junior High School. Mengingat sebentar lagi akan diadakan acara kelulusan, jadi mereka merencanakan suatu kegiatan yang akan menjadi kenangan terindah kelas mereka. Pergi ke tempat-tempat menyenangkan diluar kota, jauh dari kota asal mereka, Kota Sky. Kota Sky bukannya tidak memiliki apapun untuk dikunjungi. Tapi ayolah, mereka telah berada di kota ini sejak lahir dan jarang pergi kemanapun. Sumpah demi Tuhan ini adalah kesempatan yang paling langka dan berharga seumur hidup mereka setidaknya sampai saat ini.
“Baiklah, saya panggil satu persatu nama kalian dan masuk kedalam bis oke?” lagi-lagi pria parubaya itu berteriak
“Siap sir!” jawab mereka serentak.
“Kita mulai dari Ridho, Afifah, Agustin, Amel, Arief, Arie, Nina, Bella, Detty, Ulfa, Dinda, Fauzia, Jodi, Leni, Lulu, Mella, Mahar, Nova, Savirah, Sekar, Syyayyida, Syabrina, Sucip, Suciw, Titan, Tria, Wahyu,  dan yang terakhir Yolania”
                Semua anak telah masuk kedalam bis dan duduk manis di kursi mereka masing-masing. Bis sangat panas, jadi mereka membuka kaca jendela lebar-lebar untuk mendapatkan kesejukkan angin alami yang berhembus. Bis ini hanya bis biasa dengan sekitar tiga-puluhan tempat duduk dan sebuah tempat duduk untuk pengemudi tentu saja. Dindingnya berwarna cokelat tua dengan kursi yang berwarna senada dengan corak lingkaran-lingkaran putih yang berbeda besarnya. Mereka menyewanya dari sebuah rental mobil sederhana dipusat kota. Sebenarnya anak-anak tidak pernah menyukai bis ini karena tidak memenuhi fasilitas standar sebuah bis. Tetapi berhubung hanya kendaraan ini saja yang tersisa dan mereka harus berangkat keesokan harinya, mereka menyerah. Lebih baik daripada mereka harus mengatur ulang lagi jadwal keberangkatan. Bis ini tampak tua tetapi bisa dibilang sangat bersih untuk ukuran sebuah bis biasa tanpa pendingin ruangan. Bis dikemudikan oleh sir Andrew-pria parubaya tadi, ingat?. Wali kelas mereka.
Perjalanan cukup panjang, memakan waktu hampir 12 jam perjalanan menuju kota yang akan mereka kunjungi. Terang saja, mereka hanya menggunakan kendaraan darat, bukan pesawat terbang bukan juga kapal laut yang akan membuat perjalanan mereka hanya sekejap mata.
Sudah 6 jam perjalanan tapi suasana bis tidak pernah sepi, selalu saja ada siswa yang berceloteh ria, bernyanyi dan tertawa terbahak-bahak entah apa yang mereka tertawakan. Hingga suasana bis tampak tenang karena sebagian besar anak tertidur dan sebagian lagi mendengarkan musik melalui earphone mereka, tiba-tiba saja bis berhenti  mendadak. Mengagetkan mereka yang terpejam hingga beberapa anak terbentur kepalanya pada kursi bis yang berada didepannya.
Ciiiiiittttttt……… Ban depan dan belakang bis yang bergesek dengan aspal jalan terdengar cukup keras dan memekakan telinga. Sang supir terlihat shock dan menoleh kebelakang kearah siswa-siswanya.
“Kalian tidak apa-apa?” tanyanya dengan nada sedikit cemas.
“Kami tidak apa-apa sir.Tapi kenapa bis berhenti tiba-tiba? Apa ada masalah?” salah seorang anak perempuan yang duduk di kursi bagian tengah bis bertanya dengan raut wajah sedikit ketakutan.
Pria itu menghela nafas dan tersenyum kepada mereka semua.
“Tidak ada apa-apa. Sepertinya ada masalah kecil pada bis ini. Saya perbaiki dulu ya, kalian tunggu didalam.” Jawabnya setenang mungkin. lantas segera membuka pintu bis khusus tempat duduknya sebagai pengemudi dan menutupnya dengan dentuman yang cukup keras. Sebenarnya ia sangat kesal, mengapa bis yang sudah ia persiapkan dengan baik sebelum berangkat bisa bermasalah seperti sekarang ini? Entahlah, hanya saja tadi ia merasa seperti ada sesuatu yang menarik bis ini untuk berhenti. Tapi ia terus berkata didalam hati “ini hanya perasaanku saja” berulang-ulang sampai ia melupakannya.
Semua siswa menunggu dengan gelisah didalam bis. Entah apa karena suhu didalam bis yang semakin memanas atau karena mereka sekarang berada di-jika mereka melihat keluar jendela, maka mereka akan menemukan pohon-pohon yang tingginya bisa dikatakan tidak wajar, maksudnya benar –benar tinggi dibandingkan pohon pada umumnya dan terlihat seperti berjajar rapi dengan suasana gelap diujung sana pada kiri dan kanan jalan. Tidak ada tanda-tanda kendaraan lain akan lewat. Sepi. Sunyi. Gelap. Mereka tahu mereka sekarang berada ditengah-tengah hutan tapi mereka bukan gelisah karena itu. Suasana sangat-sangat hening.
Sampai salah satu anak laki-laki berdiri dan berseru, “Apa kalian tidak merasa panas?” ujarnya-Arief-menatap berkeliling pada semua orang didalam bis. Tidak ada yang menjawab.
“Hey, aku bertanya apa kalian tidak merasa panas? Jangan mengacuhkanku.”
Beberapa anak perempuan memutar bola mata mereka malas, “Jika iya kenapa?” ketus Afifah, salah seorang anak perempuan bertubuh mungil tanpa menoleh kearah lawan bicaranya.
“Kalau begitu ayo, kita keluar dari bis ini. Diluar jauh lebih sejuk.”
“Gila, kalau kita dimarahi sir bagaimana? Atau, bagaimana kalau sir menghukum kita dengan meninggalkan kita disini? Kita bisa mati kelaparan kau tahu? Kau mau tanggung jawab jika itu terjadi?” rutuk seorang anak perempuan bernama Detty kepada anak laki-laki itu. Alih-alih menjawab, Arief  malah menatap Detty kesal merasa anak perempuan itu terlalu berlebihan. Toh selama ini sir Andrew tidak pernah benar-benar marah pada mereka.
                Mereka melakukan perdebatan sedikit tentang apakah sir Andrew akan marah jika mereka keluar. Jadi Arief memutuskan untuk keluar sendirian meminta izin kepada pria itu. Tidak lama kemudian ia masuk kedalam bis lagi, “Sir tidak ada diluar” ucapnya pada anak-anak itu santai.
“APA???” seluruh anak yang tersisa kecuali Mahar, berteriak dengan keras seraya membolakan mata mereka. Terkejut. Bagaimana bisa satu-satunya orang dewasa itu meninggalkan bis.
“Jangan berlebihan. Mungkin sir sedang meminta bantuan kerumah penduduk terdekat. Dia tahu apa yang dia lakukan, dia sudah dewasa.” Jawab Arief kemudian. Ayolah, semua orang juga tahu kalau guru mereka itu sudah dewasa. Sudah tiga-puluh-lima-tahun. Entah mengapa anak laki-laki itu mengucapkannya dan membuat ia terlihat bodoh didepan teman-temannya. Tapi sama sekali tidak ada ejekan atau apapun itu terdengar setelahnya dan itu cukup melegakannya.
“Tapi seharusnya dia memberitahu kita.” Anak perempuan yang duduk dikursi sudut kiri paling belakang berujar, Sekar, yang terlihat tidak santai seperti biasanya.
“Apakah itu penting? Yang ia tahu hanyalah, kita akan tetap berada di dalam bis ini sampai ia kembali nanti” Jawab anak laki-laki itu lagi.
“Sudahlah, jangan berdebat terus. Aku rasa ide Arief cukup bagus. Apakah kalian ingin mati kepanasan didalam bis ini?” ucap Mahar menengahi mereka yang berdebat. Ia memang paling bijaksana ketika sang ketua kelas Leni sedang tidak bisa diandalkan.  
Semua teman-temannya menggeleng.
Akhirnya, seluruh anak-anak keluar dari bis yang panas itu. Ternyata udara diluar memang jauh lebih sejuk. Jauh dari kata panas. Bagaimana tidak? Pohon pohon tinggi yang berada dikiri dan kanan jalan ini bak seperti payung raksasa yang menghalangi masuknya  sinar matahari. Tapi mengapa bis mereka sangat panas? Apakah seluruh aura panas ditempat ini berkumpul didalam bis mereka? Tidak tahu.
“Sejuk sekali udara diluar sini,” seru Amel gembira yang ditanggapi dengan senyuman dari beberapa orang anak yang beberapa waktu lalu yang merasa seperti terpanggang didalam bis tadi
“Apa kubilang” timpal Arief, merasa bangga pada dirinya sendiri
“Bagaimana jika kita melakukan penjelajahan sejenak?” ucap sang ketua kelas, Leni kepada anak-anak itu, yang diajak menatapnya dengan tatapan tak mengerti.
“Maksudmu?” Tanya Agustin mewakili tatapan dari anak-anak itu
“Kalian tidak tahu apa itu ‘Penjelajahan’?” kata sang ketua kelas lagi dengan menekankan kata penjelajahan pada kalimatnya.
“Jangan bercanda, memangnya kita ingin menjelajahi apa?” Tanya Syyayida dengan nada sarkas yang kentara
Leni menyeringai dan dengan cepat jari telunjuknya teracung menunjuk sebuah arah, hutan
Mereka semua (kecuali Leni tentunya) mendelik, beberapa anak merutuki ketua kelas mereka dalam hati, ‘Dasar ketua kelas gila!’
“Maksudmu hutan ini?” Tanya Detty yang menampilkan wajah ketakutannya, ia memang yang paling berlebihan diantara yang lain.
Yang ditanya tetap tersenyum dan mengangguk,“Bukankah akan mengasyikkan?”
“Baiklah aku setuju!” seru Jodi tiba-tiba, ia memang tipe anak laki-laki yang menyukai tantangan. Apapun itu.
“Kami juga!” sisa anak laki-laki itu berkata serempak. Sangat kompak bukan? Dan satu lagi, mereka tidak ingin dicap penakut oleh ketua kelas mereka yang notabene adalah perempuan.
“Bagus, ada lagi yang ingin ikut?” Tanya Leni pada anak-anak perempuan itu.
Mereka saling pandang sebelum Fauzia berkata, “bukankah ini mengerikan?”
“Oh ayolah, tidak akan terasa mengerikan jika kita semua bersama. Justru akan sangat menyenangkan. Dasar anak perempuan!” kata Wahyu meremehkan, tidak tahu bahwa dia bisa saja mati jika dihajar oleh semua anak perempuan dikelas mereka
Anak-anak perempuan itu menatap Wahyu dengan tatapan membunuh, sedangkan ia bersorak dalam hati ‘Pancinganku tepat sasaran!’
“Baiklah, siapa takut untuk ‘menjelajahi’ hutan itu!” tantang Titan pada Leni dan para anak laki-laki.
“Benar tidak takut?” goda Wahyu dengan cengiran lebarnya.
“Kau meremehkan kami?” Kata Bella tak terima
“Tidak, baiklah kalau begitu. Ayo pergi” Ajak Wahyu pada semua anak.
Mereka baru saja akan melangkahkan kaki ketika dua orang anak perempuan menghentikan mereka, “Tunggu” seru mereka bersamaan, sejenak mereka saling menoleh satu sama lain dan kembali menatap teman teman mereka,
“Ada apa Ulfa, Yolania?” Tanya ketua kelas mereka bingung
“Aku rasa, kita jangan pergi kemana-mana.” Ucap Ulfa dengan raut wajah sedikit lebih serius daripada biasanya
“Iya, bagaimana jika sir kembali tetapi tidak menemukan kita didalam bis?” tambah Yolania mendukung penuturan Ulfa. Raut wajah mereka menunjukkan ekspresi yang tidak bisa dideskripsikan.
Seketika itu sang ketua kelas tersadar,
“Oh iya, aku tidak memikirkan itu sebelumnya…” Leni menggantungkan kalimatya, Kedua anak perempuan itu menghela nafas pendek, menyangka Leni akan membatalkan acara ‘menjelajah’ mereka.
Tetapi tak berapa lama kemudian keduanya membolakan mata mereka ketika melihat Leni berlari masuk kedalam bis dan keluar tak lama kemudian dengan memegang kertas bertuliskan, ‘Sir, kami izin berjalan-jalan sebentar. Jangan mencemaskan kami, kami janji akan baik-baik saja.’ lengkap dengan tandatangannya sebagai ketua kelas dibagian bawah kertas.
Ulfa dan Yolania kembali saling pandang sementara Leni menempelkan kertas itu dibagian luar pintu bis khusus supir. Setelah selesai ia berkata, “Nah, kalau beginikan, sir akan tahu kita pergi kemana. Jadi tidak usah cemas. Toh, kita juga tidak akan lama.” Ucapnya enteng seraya tersenyum.
“Bukan, bukan itu maksudku” cegah Ulfa lagi. Terus mencoba berusaha membatalkan rencana konyol ini.
“Apa lagi sih? Jika kalian tidak ingin ikut, maka tetaplah berada didalam bis” sungut Jodi karena ada yang menghambat acara menjelajahnya
“Aku, hanya memiliki firasat yang buruk” katanya lagi dengan nada gusar yang mendominasi.
“Sudahlah, jangan mudah percaya dengan firasat. Yang kita butuhkan sekarang adalah bersenang-senang.” Ucap Suciw kemudian tersenyum senang.
Kedua anak perempuan itu hanya bisa menghembuskan nafas panjang dan mengikuti langkah teman-teman mereka memasuki hutan. Biarlah mereka melihat sendiri  apa yang akan terjadi nantinya. ‘Semoga firasat buruk itu tidak terbukti’ ucap keduanya dalam hati
Mereka menelusuri hutan itu semakin lama semakin dalam. Membiarkan mereka merasakan betapa-ternyata sungguh menakjubkannya berada dibawah naungan pohon-pohon tinggi dihutan itu. Dimana mereka seperti menjadi manusia-manusia kerdil atau seperti berada didunia para raksasa berada.
“Wuahh, keren!!!” kagum beberapa anak berulang-ulang. Terpesona dengan keelokan hutan raksasa tersebut. Berpikir mengapa pemerintah tidak membuat hutan ini menjadi salah satu destinasi pariwisata Negara atau semacamnya. Pati banyak yang akan berkunjung dan terpesona layaknya mereka. Kan sayang, jika surga dunia ini dibiarkan begitu saja tanpa dimanfaatkan.
Semakin lama mereka semakin berjalan kedalam hutan. Dan semakin dalam pula hutan tampak semakin kelam.
“Teman-teman!!!” panggil sebuah suara. Ah, mereka sudah tahu suara siapa itu. Siapa lagi kalau bukan sang ketua kelas. Semua menoleh kearah Leni dan mendapati ia sudah menengadah menatap sebuah bangunan tua didepannya.
“Bangunan apa itu?” Tanya Suciw tereperangah
“Tidak tahu, mungkin bekas istana” sahut Mella yang berdiri disampingnya, sama sama melihat takjub kearah bangunan itu.
“Menakjubkan. Pasti keluarga kerajaan pernah mendiaminya.” Ujar Tria menebak-nebak. Entah benar atau salah. Namanya juga menebak.
“Dan terlihat tua” sambung Nina cepat. Setidaknya bangunan itu sudah lebih dari seabad umurnya.
“Juga mengerikan” tambah Lulu dengan suara seram yang dibuat-buat, berusaha bencanda.
Sementara mereka memandang takjub bangunan itu, tampak dua anak perempuan memandang rumah itu dengan cemas. Ya, lagi-lagi mereka adalah Ulfa dan Yolania
“Kau merasakannya?” Tanya Yolania pada Ulfa yang segera mengangguk.
“Ya. Firasatku semakin buruk saja. Bagaimana ini?” jawab Ulfa tanpa mengalihkan pandangannya dari bangunan tua itu.
“Aku rasa, Leni akan mengajak mereka masuk” Ulfa segera menatap temannya itu, dia tahu perkataan Yolania sejauh yang ia tahu selama ini bisa dikatakan hampir semuanya tidak pernah salah.
“Jika itu terjadi, maka kita tetap tinggal disini” ucapan Yolania sekali lagi mendapat anggukan dari Ulfa.
“Hey, apa yang kalian bicarakan?” seseorang mengagetkan mereka dari belakang
“Kau ini Jodi mengagetkan saja” Kata Yolania pada Jodi
“Apa salahku? Aku hanya bertanya” jawab Jodi membela diri
“Terserah” ketus mereka berdua serentak
“Leni menyuruh kita masuk”
“Apa???” jerit tertahan keluar dari kedua anak perempuan itu. Mereka tercekat.
“Respon macam apa itu? Kalian mengerikan”
“Untuk apa masuk?” Tanya Ulfa menyelidik
“seperti biasa. Pen-je-la-ja-han” eja anak lelaki itu kemudian
“Benar-benar anak itu..” geram Yolania. Rasanya ingin sekali menghajar anak perempuan itu dengan kedua tangannya. Tetapi untuk alasan apapun, ia pasti akan kalah.
“Makanya, kalian berdua jangan bergerak sendiri. We are a team guys” katanya-Jodi sambil berlalu
Setelah Jodi menjauh, kedua anak perempuan itu kembali terdiam. Sampai seorang diantara mereka berbisik pelan. Benar-benar pelan kendati masih bisa didengar.
“Apa kataku kan…”  
“Aku tahu kau selalu benar” jawab seorang lagi bergetar.
~
Yo bra bro.. Gimana sf gua? Keren kan? Sf ini gua persembahin seutuhnya buat Wolves yang paling gue cinta. Makasih udah mau dan rela jadi cast sf ini tanpa digaji. Iyelah tanpa digaji, gua aja kaga bilang jadiin kalian cast. Hehe mian saudara saudara. But hope u like this story. Dont be silent readers okay? Gua kan newbie, masih butuh masukan qaqa. Oke segitu aja, tunggu update-an chap 2 nya ya. Makasih~